A. Pendahuluan
Pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya
perjalanan hidup seseorang. Kedudukan ini secara tidak langsung telah
menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan hidup
dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Dewey berpendapat bahwa pendidikan
sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life), salah satu
fungsi sosial (a social function), sebagai pembimbing (as direction)
dan sebagai sarana pertumbuhan (as means growth) yang mempersiapkan dan
membukakan serta membentuk disiplin melalui transmisi yang baik dalam bentuk
formal, informal dan non formal.[1]
Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang
mencakup permasalahan yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan
umat manusia dan telah menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu
pengetahuan kemanusiaan.[2] Manusia dibekali dengan akal, kalbu dan
anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan. Manusia dilarang
mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana dalam surat al
Jatsiyah ayat 18.
Artinya
: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak Mengetahui”. (QS al Jatsiyah: 18).
Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses
hidup dan kehidupan umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat
terpisahkan satu sama yang lain life is education and education is life.[3]
Pemikiran dan kajian tentang pendidikan tersebut
dilakukan oleh para ahli dalam berbagai sudut ditinjau dari disiplin ilmu
seperti ilmu agama, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, sejarah dan
antropologi. Dari sudut itulah yang menyebabkan lahirnya cabang ilmu
pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya yaitu
pendidikan agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah
pendidikan, ekonomi pendidikan dan politik pendidikan. Upaya untuk memperbaiki
kondisi kependidikan itu tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang
bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat
berupaya menjelaskan inti atau hakikat dari segala sesuatu yang ada dan
karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Sejarah filsafat sangat kaya dengan ide-ide mengenai
pendidikan. Ide-ide yang tercetus pada masa lampau dan hanya berlaku pada masa
lampau juga. Tetapi ada kalanya ide-ide atau gagasan-gagasan itu masih bisa
dipergunakan sebagai pegangan di masa sekarang. Sudah tentu ada gagasan yang
tercetus di masa sekarang dan menjadi pegangan pada waktu yang ini pula.
Dapat ditarakan dengan jelas bahwa sistem filsafat
menurut Plato dan tokoh-tokoh yang lain dapat dijadikan sebagai dasar
terbentuknya suatu filsafat pendidikan. Di sisi lain, cabang-cabang sistem
filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Contoh yang bisa
diambil misalnya metafisika. Karena tinjauannya yang mendalam mengenai hal-hal
di balik dunia fisik, memberikan dasar-dasar pemikiran cita-cita pendidikan. Epistimologi
memberikan landasan pemikiran mengenai kurikulum, aksiologi mengenai masalah
nilai dan kesusilaan, sedangkan logika memberikan landasan pikiran mengenai
pengembangan pendidikan kecerdasan.[4]
Karena itulah kedudukan filsafat sangat berhubungan
dengan ilmu-ilmu yang lain. Jika dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada dan sebagai suatu ilmu yang menyelidiki
hakekat pengetahuan manusia maka seluruh ilmu lain harus mempunyai hubungan
struktural dan fungsional dalam filsafat.
Apabila filsafat diletakkan dalam tanggung jawab bagi
pengembangan berpikir kritis dalam membangun kepribadian kreatif agar mampu
memper-tanggungjawabkan disiplin ilmu yang dikuasai dalam masyarakat, maka arti
dan sistem filsafat merupakan sesuatu yang perlu ditelaah dan dimengerti.[5] Filsafat dapat juga dijadikan sebagai
pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu
masyarakat atau bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai
pandangan hidup difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang
kebenaran yang harus dicapai. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek
pendidikan ini sudah tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan.
Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut sebagai pendidikan yang
berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya,dan
dunia Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai persoalan mulai dari
soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat,
sampai kepada persoalan guru metode, kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk
mengatasi masalah tersebut masih terus dilakukan dengan berbagai upaya.
Penataran guru, pelatiahn tenaga pengelola pendidikan dan lain sebagainya harus
dilakukan, namun masalah pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang
demikian itu tamoaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu
pada pemikiran filosofis. Filsafat pendidikan islsm secara umum akan mengkaji
berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan, mulai dari visi misi,
dan tujuan pendidikan, dasar-dasar dan asas-asas pendidikan Islam, konsep
manusia, guru, anak didik, kurikulum, dan metode sampai dengan evaluasi dalam
pendidikan secara filosofis. Dengan kata lain, ilmu ini akan mencoba
mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan menunjukan adanya kiblat-kiblat
pendidikan Islam yang belum jelas
Pendidikan islam masih belum menemukan format dan
bentuknya yang khas sesuai dengan agama islam hal ini selain karena banyaknya
konsep pendidikan yang ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga
karena belum banyak pakar pendidikan Islam yang merancang pendidikan Islam
secara seksama.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian filsafat
pendidikan Islam?
2. Apa saja objek kajian filsafat
pendidikan Islam?
3. Apakah urgensi dari filsafat
pendidikan Islam?
C. Pembahasan
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo
yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah.[6] Sedangkan
Pengertian filsafat dari segi istilah selanjutnya berkembang dari zaman ke
zaman. Filosof Heraklaitos (540-480 SM) sudah memakai kata filsafat untuk
menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah dan pemilik hikmah. Manusia
harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari dan pecinta hikmah.[7]
Plato (427-347 SM) sebagai filosof klasik dalam
bukunya Eutydemus sebagaimana dikutip A. Hanafi, MA mengatakan bahwa
filsafat hanya memperhatikan soal-soal kerohanian dan penuh ideal serta sama
dengan pengetahuan. Sementara itu Aristoteles (348-332 SM) mengatakan bahwa
filsafat memperhatikan keseluruhan pengetahuan dan kadang-kadang disamakan
dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi).
Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat
dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara
mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran,
inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[8] Dalam pendapat tersebut mengemukakan tiga
ciri pokok dalam filsafat. Pertama adanya unsur berpikir, dalam hal ini
berpikir dengan menggunakan akal. Kedua, adanya unsur tujuan yang ingin dicapai
melalui berpikir tersebut, yakni mencari hakikat atau inti segala sesuatu.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu
atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa
filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap
positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain
yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal
dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving),
dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya
disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa
pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.
Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui
bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta
terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai
sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau
kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi
praktis.[9]
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai
pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam
hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba,
misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[10]
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada
lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat
bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada
pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan
(4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu
ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui
lebih sempurna dan komperhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang
pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia
dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari
akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di
akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur
cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur
masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk
mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al-Qur’an dan al-Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di
akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life
education).
Sedangkan arti dari Pendidikan Islam menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
a.
Menurut
Achmadi
Pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan
fitrah manusia, sumber daya insani, menuju terbentuknya insan kamil. Ialah
takwa yang direfleksikan dalam perilaku, baik hubungannya dengan Tuhan, sesama
manusia maupun dengan alam sekitarnya.[11]
b.
Menurut
Ahmad D. Marimba
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran tertentu.[12]
c.
Menurut Drs.
Syahminan Zaini
Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah
manusia dengan ajaran Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang
makmur dan bahagia.[13]
d.
Menurut Dra.
Zuhairini
Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada
pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya
dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-nilai
Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[14]
e.
Menurut Dr.
Zakiah Daradjad
Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian
muslim. Selanjutnya digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan
syari’at Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan
saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.[15]
Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang
dikemukakan nampak sekali persoalan usaha membimbing ke arah pembentukan
kepribadian, dalam arti akhlak menjadi perhatian utama, di samping ke arah
perkembangan diri serta perkembangan kehidupan manusia dalam rangka menunaikan
tugas hidupnya dan sekaligus menjadikannya mampu membuktikan dirinya sebagai
insan yang berkualitas dari hasil proses pendidikan yang dijalaninya,
berdasarkan kepada nilai-nilai Islam menuju terbentuknya insan kamil. Konsep
insan kamil dalam pandangan Islam, dapat diformulasikan secara garis besar
sebagai manusia bariman dan bertakwa serta memiliki kemampuan yang
teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam
sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.
Setelah mengikuti uraian di atas kiranya dapat
diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara
filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan
demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah
filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang
dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas,
tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Filsafat pendidikan Islam sebagai sebuah ilmu secara
epistimologis seyogyanya mempertanyakan dari mana filsafat pendidikan Islam
diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi
pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Menurut Abudin Nata, menyebutkan bahwa filsafat
pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan yang bercorak liberal, bebas dan
tanpa batas etika sebagaimana yang dijumpai pada filsafat pendidikan umumnya.
Filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran
Islam atau dijiwai oleh ajaran Islam.[16]
Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran Islam berarti
sumber ajaran utama yaitu al-Qur'an dan Hadits senantiasa dijadikan sebagai
landasan bagi filsafat pendidikan Islam. Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran
yang dijiwai oleh Islam berarti selain menggunakan sumber al-Qur'an dan Hadits,
filsafat pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang
sejalan atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam. Dalam hal ini, Abdul
Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para pakar filsafat pendidikan Islam
terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang mengadopsi konsep non Islam
dan memadukannya dengan pemikiran pendidikan Islam. Kedua, mereka yang
tergolong kelompok filsafat pendidikan Islam tradisional, yang senantiasa
mengambil pandangan al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan Islam. Kelompok
pertama oleh Abdul Rahman dipandang sebagai kelompok liberal, sedangkan
kelompok yang kedua dipandang sebagai kelompok yang konservatif.[17]
Sedangkan Toto Suharto memunculkan kelompok yang
ketiga, yaitu kelompok yang berupaya memadukan dan menjadikan moderasi dua
kelompok tersebut. Kelompok yang ketiga berpandangan bahwa filsafat pendidikan
Islam mengambil premis-premis dari al-Qur'an dan Hadits tetapi juga mengambil
konsep dari luar al-Qur'an dan Hadits yang tidak bertentangan dengan jiwa dan
semangat ajaran yang ada di dalam al-Qur'an dan Hadits.
2.
Objek Kajian
Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi
bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal
ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki
arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama
Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti
masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.[18]
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan
pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu
diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai
suatu ilmu adalah:
a.
Pemikiran
kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat
logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil
pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian
lainnya saling berhubungan.
b.
Tinjauan
terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut
persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c.
Ruang
lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang
dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi
semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat
manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d.
Meskipun
pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran
yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental
(seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif.
Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas
(kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian
dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a.
Cosmologi
yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta
proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan
sebagainya.
b.
Ontologi
yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan
kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan
suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat
(monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah
kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut
materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran
filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan
manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat
pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan
meliputi:
a.
Merumuskan
secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b.
Merumuskan
sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c.
Merumuskan
secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
d.
Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e.
Merumuskan
hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f.
Merumuskan
sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu
kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan Islam ialah semua aspek
yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat
pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan
dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan,
namun kesemuanya harus berlandas-kan al-Qur’an dan Hadits.
3.
Urgensi
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat merupakan lapangan berpikir manusia tentang
hakikat sesuatu, sementara pendidikan merupakan proses yang mengubah individu
untuk menjadi manusia yang lebih baik, cerdas, bertingkah laku baik dann
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Filsafat pendidikan merupakan
aktivitas berpikir sistematis yang menggunakan filsafat sebagai sarananya untuk
mengorganisasi dan mengkoordinasi proses pendidikan serta memperjelas
nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang akan direalisasikan.
Teori filsafat pendidikan Islam bisa dibangun dari
tujuan analisis kritis terhadap konsep-konsep pendidikan universal atau
teori-teori filsafat pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ahli filsafat
pendidikan Islam pada umumnya hanya bersumber pada fenomena kauniyah
saja. Hasil analisis tersebut kemudian dikonsultasikan pada fenomena qauliyah
untuk dijadikan sebagai pondasi filosofis pelaksanaan pendidikan Islam.
Melihat peranan filsafat yang begitu penting bagi
kehidupan umat manusia, maka pendidikan perlu disajikan secara filosofis.
Tabiat anusia, tujuan pendidikan, norma-norma serta nilai-nilai kependidikan
dan sosial merupakan topik-topik kefilsafatan yang dikaji dalam perspektif
pendidikan. Ada asumsi yang menyatakan bahwa tugas filsafat pendidikan Islam
adalah mendefinisikan apa yang seharusnya dilakukan oleh pendidikan. Namun
tanpa mau bersusah payah, orang seringkali hanya mengungkap fenomena secara
aktual sering terjadi di dunia pendidikan untuk membangun filsafat pendidikan.
Demikian pula kekuatan-kekuatan sosial yang berpengaruh terhadapnya serta
berbagai proses terkait dengan segala sesuatu yang mengubah individu dari
sekedar organisasi biologis menjadi makhluk sosial yang insani.
Filsafat pendidikan Islam sebagai suatu bagian atau
komponen dari suatu sistem, filsafat pendidikan Islam memegang dan mempunyai
peranan tertentu pada sistem di mana filsafat pendidikan Islam merupakan
bagiannya. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, maka filsafat pendidikan Islam
berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.
Filsafat pendidikan Islam, sebagai bagian dari
filsafat Islam, dan sekaligus juga sebagai bagian dari ilmu pendidikan. Dengan
demikian filsafat pendidikan Islam berkembang juga dalam mengembangkan filsafat
Islam serta memperkaya filsafat Islam dengan konsep-konsep dan
pandangan-pandangan filosofis dalam kependidikan.
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan
Islam banyak berperan penting dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan
berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh pendidikan Islam. Peranan yang
diberikan oleh filsafat pendidikan Islam terhadap perkembangan pendidikan Islam
adalah:
a.
Filsafat
pendidikan Islam menunjukkan masalah yang dihadapi oleh pendidikan Islam,
sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam dan berusaha untuk memahami duduk
masalahnya. Dengan analisis filsafat, maka filsafat pendidikan Islam akan
menunjukkan alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut.
b.
Filsafat
pendidikan Islam memberikan pandangan tertentu tentang manusia (sebagai obyek
pendidikan). Pandangan tentang hakikat manusia yang sangat berkaitan dengan
tujuan hidup manusia dan sekaligus juga merupakan tujuan pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan Islam bertujuan menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam
tersebut dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional. Dan tujuan yang
operasioanal ini akan berperan untuk mengarahkan secara nyata gerak aktifitas
pelaksanaan pendidikan.
c.
Filsafat
pendidikan Islam dengan analisisnya terhadap hakikat hidup dan kehidupan
manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus
ditumbuhkan dan dikembangkan. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan bahwa
potensi pembawaan manusia itu tidak lain adalah sifat-sifat Tuhan atau Asmaul
Husna, dan dalam mengembagkan sifat-sifat tersebut tidak boleh mengarah
kepada menodai dan merendahkan nama dan sifat Tuhan tersebut. Hal ini akan
memberikan petunjuk pembinaan kurikulum sesuai dan pengaturan lingkungan yang
diperlukan.
d.
Filsafat
pendidikan Islam dalam analisisinya terhadap masalah pendidikan masa kini yang
sedang dihadapi, akan dapat memberikan informasi apakah proses pendidikan yang
berjalan selama ini mampu mencapai tujuan pendidikan Islam atau belum.[19]
Dari penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
filsafat pendidikan Islam menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam
tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar
yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan. Tugas filsafat
adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan
spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui proses pemikiran yang
sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup
dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang
berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang
dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
a.
Induvidualisme.
b.
Sosialitas.
c.
Moralitas.
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola
hubungan tiga arah yang kita namakan “trilogi hubungan” yaitu:
a.
Hubungan
dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
b.
Hubungan
dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
c.
Hubungan
dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur,
memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas, di bawah dan di dalam
perut bumi ini.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang definisi, objek kajian dan
urgensi Filsafat Pendidikan Islam di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Filsafat
Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah
yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan
al-Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof
Muslim, sebagai sumber sekunder.
2.
Objek kajian
filsafat pendidikan Islam ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya
manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan
pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan, namun kesemuanya
harus berlandas-kan al-Qur’an dan Hadits.
3.
Filsafat
pendidikan Islam banyak berperan penting dalam memberikan alternatif-alternatif
pemecahan berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh pendidikan Islam. Selain
itu, filsafat pendidikan Islam menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan
Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung
nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses
kependidikan.
E.
Referensi
Abdul Munir
Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.
Abuddin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Achmadi, Islam
Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media, 1992.
Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : al-Ma’arif,
1980.
Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : al-Ma’arif,
1980.
Ahmad
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
Hasyimsyah
Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta:
Andi Offset, 1986.
Syahminan
Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam
Mulia, 1986.
Tadjab, Perbandingan
Pendidikan, Surabaya: Karya Abditama, 1994.
Toto
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar Ruzz, 2006.
Zakiah
Darajad, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar