Hubungan baik antara manusia yang
satu dengan yang lain, dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim
lainnya merupakan sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-baiknya.
Hal ini karena Allah SWT telah
menggariskan bahwa mu’min itu bersaudara (QS 49: 10). Oleh sebab itulah segala
bentuk sikap dan sifat yang akan memperkokoh dan memantapkan persaudaraan harus
ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat
merusak ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu
tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah
husnuzh zhan (berbaik sangka).
Oleh karena itu, apabila kita
mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan pribadi
seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun
(pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara
negatif, Allah SWT berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu." (QS 49:6).
A. Husnuzhan
kepada Allah
Husnuzhan kepada Allah secara etimologi artinya berbaik sangka kepada Allah
terhadap apa yang telah diterimanya, baik itu suatu yang baik atau yang buruk
sekalipun, sekecil apapun rizki yang diperolehnya atau sesulit apapun
keadaannya. Menurut terminologi ialah mencukupkan dengan apa yang telah menjadi
bagiannya, setelah berikhtiar sesuai dengan kemampuannya yang disertai dengan
kesungguhan serta ketawakkalan. Istilah ini husnuzhan kepada Allah "positive
thinking" yaitu selalu berpikir positif terhadap rencana Allah.
Musibah, bencana, kesulitan akan dipandang sebagai cobaan atau ujian yang harus
dihadapi dengan sabar, ikhlas dan tawakal.
Husnuzhan kepada Allah hukumnya wajib yang harus diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti Allah menunda kesuksesan, belum berhasil apa
yang diinginkan, memperoleh kegagalan dalam berkarya, mendapat musibah sakit
atau kecelakaan, belum berprestasi di sekolah, sulit untuk memperoleh pekerjaan
dan lain sebagainya. Semua itu harus dihadapi dengan sabar, tetap bertakwa dan
terus berjuang dengan penuh optimis agar tidak menjadi kufur nikmat. Allah
telah melimpahkan rahmat-Nya dan sumber keidupan di dunia tanpa batas untuk
semua makhluk ciptaan-Nya, khususnya manusia, dan diturunkannya al-Quran sebagai
petunjuk dan pedoman hidup manusia agar tidak tersesat dalam mencari kenikmatan
hidupnya.
Kesulitan hidup yang dialami seseorang tidak
beruntung adalah bukan karena perbuatan Allah. Untung atau rugi adalah kita
sendiri yang menciptakannya. Jika rugi (ketidak-beruntungan) bisa kita ciptakan
maka untung (keberuntungan) ternyata bisa kita ciptakan. Ketimpangan atau
kesimbangan kehidupan adalah bagaimana perbuatan kita sendiri. Allah Swt telah
menyediakan fasilitas hidup di dunia. Allah Swt telah membimbing manusia ke
arah yang lurus. Manusia telah diberikan mulut, tangan, kaki dan pikiran untuk
diguakan semaksinmal mungkin untuk memperoleh kesejahteraannya.
B. Sikap
Husnuzhan kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari
Sikap dan perilaku yang menunjukkan husnu zhan
kepada Allah di antaranya adalah:
1. Senantiasa tulus, tidak
berguna saat memperoleh rizki yang tidak sesuai dengan harapan. Mensyukuri
nikmat sekecil apapun dengan cara minimal mengucapkan "alhamdulillah"
serta segera melaksanakan kewajibannya, seperti salat fardu dan beramal sholeh.
2. Merasa senang jika melihat
orang lain mendapatkan kebahagiaan atau keberhasilan dan mengucapkan selamat
atas keberhasilan orang lain dengan penuh haru dan bangga. Menghindari sikap
dan perilaku menggunjing (ghibah) atau mencari-cari kesalahan orang lain
serta berburuk sangka/curiga yang berlebihan kepada orang lain.
3. Menunjukkan rasa
iba/turut prihatin terhadap orang lain (khusus keluarga dekat) yang mendapatkan
musibah atau kesulitan serta segera memberikan bantuan sesuai dengan
kemampuannya.
4. Pada saat mendapatkan
musibah atau kesulitan, kembalikan kepada Allah, dan sabar serta berintrospeksi
diri. Mohon ampun kepada-Nya dengan tidak mengurangi kesalahannya lagi dan
salatlah sebagai media untuk memohon pertolongan-Nya.
5. Beribadah, berkarya
(beramal soleh) dan tetap berdoa. Allah akan mengabulkan permohonan/doa jika
berdoa kepada-Nya dengan tetap melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
6. Berserah diri kepada
Allah dan menerima ujian atau cobaan dengan ikhlas serta berbuat kebajikan agar
mendapat pahala di sisi-Nya.
C. Husnuzhan
terhadap diri sendiri
Husnuzhan terhadap diri sendiri adalah sikap dan
perilaku orang beriman dan bertakwa kepada Allah, seperti menerima apa adanya
dengan tetap berbaik sangka kepada Allah, tidak menyesali keadaan dan
keberadaannya, misalnya mempunyai fisik tidak sempurna (cacat), nama yang
menurutnya tidak bagus, jenis kelamin yang tidak diinginkan, keadaan orang tua
yang tidak kaya, tidak memiliki kesempurnaan keluarga, atau kelemahan lainnya.
Ia tetap bersyukur kepada Allah karena telah diciptakannya menjadi sebaik-baik
makhluk (manusia) walaupun tidak sesempurna dengan orang kebanyakan, dan
berterima kasih kepada orang tuanya, khususnya Ibu yang telah melahirkannya.
Semua manusia di hadapan Allah adalah sama kecuali ketakwaannya. (QS.
Al-Hujrat/49:13).
Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda yang
artinya: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada wajah-wajahmu, juga
tidak pada tubuh-tubuhmu, tetapi Dia melihat pada hatiku." (HR. Imam
Bukhari).
D. Sikap
Husnuzhan kepada diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari
Sikap dan perilaku orang beriman yang husnuzhan
tehadap diri sendiri adalah:
1. Menghargai apa yang sudah ada pada dirinya.
Menghormati ayah dan ibunya walaupun keadaan fisik atau status sosialnya
rendah.
2. Senantiasa bekeja keras, sabar dan tawakal
dalam upaya mengubah keadaan dirinya agar lebih baik lagi.
3. Rajin belajar dengan memanfaatkan potensi yang
dimilikinya dengan sebaik-baiknya.
4. Mencari dan meningkatkan keterampilan yang
sesuai dengan kebutuhan dan keadaannya untuk bekal mempertahankan hidup (survive)
dengan tidak bergantung kepada orang lain (mandiri)
5. Menyayangi diri sendiri, tidak putus asa,
tidak melakukan tindakan yang dapat merusak fisik dan jiwanya, seperti
mabuk-mabukan, narkoba, mengurung diri, mengumpat, cemberut dan lain
sebagainya.
E. Husnuzhan
tehadap orang lain
Husnuzhan tehadap sesama manusia adalah sikap dan
perilaku orang beriman dan bertakwa yang senantiasa berprasangka baik terhadap
sesama manusia. Ia memahami bahwa buruk sangka terhadap orang lain adalah dosa.
(lihat QS. Al-Hujrat/49: 12).
Di dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari ada
suka dan duka, susah dan senang selalu silih berganti. Kita pernah melihat
teman, tetangga kita mengalami kebahagiaan dan banyak uang, atau kehidupannya
selalu senang, kadang hati kita terusik dan berkata, "Pantaslah dia
senang atau kaya, karena ia atau orang tuanya korupsi, curang atau kejahatan
lainnya." Hal itu adalah sikap buruk sangka. Orang mukmin akan merasakan
senang dan memberikan ucapan selamat bila orang lain mendapatkan kesuksesan,
naik pangkat, memperoleh rizki yang melimpah. Ia menyadari bahwa sesama mukmin
adalah bersaudara maka tidak pantas sesama mukmin saling mencurigai, bukankah
sesama muslim itu bersaudara. (lihat QS. Al-Hujrat/49: 10).
F. Sikap
Husnuzhan kepada sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari
Sikap dan perilaku orang beriman yang husnuzhan
terhadap sesama manusia di antaranya adalah:
1. Menjauhi prasangka buruk kepada orang lain. Apabila
mendapatkan isu (berita/gosip), wajib diricek kebenarannya. (QS. 49: 6)
2. Menjauhi perbuatan intip-mengintip atau
mencari-cari kesalahan orang lain, yaitu selalu ingin tahu sehingga orang
tersebut menjadi malu dan susah. Hal ini dilarang oleh Allah Swt dan rasul-Nya.
Hadis Nabi Muhammad saw. Yang artinya: "Jauhilah sikap prasangka, sebab
prasangka itu peristiwa yang nista, jangan kamu intip mengintip, jangan
singgung menyinggung (perasaan), jangan susah menyusahkan, jangan dengki
mendengki, jangan bermarah marahan dan jangan bertolak-belakang, kamu semua
adalah hamba Allah yang bersaudara." (HR. Imam Bukhari)
3. Senang melihat orang lain jika mendapatkan
kebahagiaan atau keberhasilan. Ucapkan selamat atas keberhasilan orang lain
dengan penuh haru dan bangga.
4. Menghindari sikap dan perilaku menguning atau
mencari-cari kesalahan orang lain serta berburuk sangka/curiga yang berlebihan
kepada orang lain, sehingga dapat terhindar dari terjadinya konflik atau
permusuhan.
5. Menunjukkan rasa iba/turut prihatin terhadap
orang lain (khusus keluarga dekat) jika mendapatkan musibah atau kesulitan,
serta segera memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan. Paling tidak mendoakan
agar tabah atau menasihati/menghiburnya dengan tausiah bahwa Allah Swt.
Masih menyayanginya, karena Allah mempunyai rencana yang baik dari ujian
tersebut.
FADHILAH DAN
MANFAAT
Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang
muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain.
Pertama
Hubungan
persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, hal ini karena berbaik sangka
dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan.
Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada
kendala-kendala psikologis yang menghambat hubungan itu.
Kedua
Terhindar
dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat
seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar,
sebagaimana difirman Allah dalam Al-Qur'an (49: 6) di atas.
Ketiga
Selalu
berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri
belum bisa mencapainya. Hal tersebut memiliki arti yang sangat penting, karena
dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa
berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini berarti kebaikan dan
kejujuran akan mengantarkan kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta
keburukan akan mengantarkan kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar
lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.
KERUGIAN BERBURUK SANGKA
Manakala
kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang
akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Mendapat Nilai Dosa
Berburuk
sangka jelas-jelas merupakan dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas
sudah menganggap orang lain tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari
kejelekan orang lain, juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala
sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya.
Allah SWT berfirman yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu adalah dosa (QS 49: 12).
Dusta Yang Besar
Berburuk
sangka akan membuat kita menjadi rugi, karena apa yang kita kemukakan merupakan
suatu dusta yang sebesar-besarnya, hal ini disabdakan oleh Rasulullah SAW:
Jauhilah
prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta (HR Muttafaqun
'alaihi).
Menimbulkan Sifat Buruk
Berburuk
sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta
yang besar, tapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya
yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungannya
dengan orang lain, sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad,
menjauhi hubungan dengan orang lain, dll. Dalam satu hadits, Rasulullah SAW
bersabda:
Hendaklah
kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan
kebajikan membawa ke syurga. Selama seseorang benar dan selalu memilih
kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah
terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan
membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta dia
tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta (HR Bukhari).
LARANGAN BERBURUK SANGKA
Karena
berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan
kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang
sudah disebutkan pada surat Al Hujurat/49 ayat 12 di atas. Untuk menjauhi
perasaan berburuk sangka, maka setiap diri kita harus menyadari betapa hal ini
sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan
sesama muslim dan aktivis da’wah. Di samping itu, bila ada benih-benih perasaan
berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi
karena ia berasal dari godaan syaitan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan
yang penting lagi adalah memperkokoh terus jalinan persaudaraan antarmuslim dan
aktivis da’wah agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan
malah berburuk sangka.
Oleh
karena itu, Khalifah Umar bin Khattab ra menyatakan, "Janganlah kamu
menyangka dengan satu katapun yang keluar dari seorang saudaramu yang mu’min
kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung
kebaikan."
Demikian
hal-hal pokok yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap
husnuzhzhan (berbaik sangka).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar